RUANGANTIHOAX, Sulawesi Tengah – Tragedi memilukan kembali terjadi di Morowali, Sulawesi Tengah, mengingatkan kita pada pentingnya aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Ledakan tungku smelter nomor 41 di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), menewaskan 13 pekerja, termasuk empat tenaga kerja asing dan sembilan pekerja lokal. Kejadian ini menambah daftar panjang insiden serupa, termasuk ledakan sebelumnya di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang merenggut enam nyawa.
Investigasi awal menunjukkan bahwa ledakan disebabkan oleh cairan pemicu yang masih berada di bagian bawah tungku. Tragisnya, ledakan ini memicu serangkaian ledakan lain di tabung oksigen sekitar, menambah kerusakan dan korban.
Situasi ini menyoroti kekurangan dalam penerapan K3, sesuatu yang telah diatur dalam UU Keselamatan Kerja. Ironisnya, kecelakaan ini terjadi di Morowali Industrial Park (IMIP), kawasan industri berbasis nikel terintegrasi dan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Hilirisasi nikel merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia. Kemenko Marves mencatat lonjakan nilai ekspor produk turunan nikel, mencapai US$35,6 miliar pada 2022, meningkat enam kali lipat dari 2013. Lonjakan ini didorong oleh permintaan global akan nikel untuk baterai kendaraan listrik.
Namun, tragedi ini mengingatkan bahwa pengembangan hilirisasi nikel tidak boleh mengabaikan aspek K3. Masyarakat mendukung kemajuan industri, tapi dengan catatan: keselamatan kerja harus menjadi prioritas. Pemerintah harus meninjau ulang standar K3 di industri pertambangan dan smelter, mengingat dampak lingkungan dan isu sosial yang berkaitan.
Ledakan ini bukan hanya tragedi bagi keluarga korban, tapi juga peringatan keras bagi industri nikel Indonesia. Keselamatan kerja harus menjadi fondasi utama dalam pengembangan industri, terutama dalam sektor strategis seperti hilirisasi nikel.
